Erupsi Semeru, Peringatan Tidak Dini

Aisah Oscar (Aktivis Muslimah Subang)

TEGAS.CO.,NUSANTARA – Musibah alam yang terjadi di gunung tertinggi di Pulau Jawa. Gunung Semeru erupsi, letusan pertama terjadi pukul 15.00 WIB, Sabtu (4/12/2021). Guguran material berjarak antara 500—800 meter dari lereng gunungnya, sedangkan semburan materialnya sejauh belasan kilometer ke angkasa. Tak ketinggalan awan panas yang menyelimuti langit Semeru.

Akibatnya dua kecamatan di Kabupaten Lumajang hampir terkubur oleh material lahar dan bebatuan yang ditumpahkan. Sedangkan wilayah lain di sekitarnya hanya terkena paparan hujan abu vulkanik yang cukup lebat. Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sekitar ada 2.970 rumah rusak dan 5.205 jiwa terdampak. Yakni Kecamatan Candipuro dan Kecamatan Pronojiwo, Lumajang, Jawa Timur.

Tak dapat dipungkiri bahwa Indonesia termasuk negeri rawan bencana. Potensi bencana di negeri ini antara lain: gempa bumi, banjir, longsor, puting beliung, gunung meletus, tsunami, kebakaran. Indonesia dikelilingi oleh cincin api (ring of fire) Pasifik dan ada di atas tiga tumbukan lempeng benua, yakni Indo-Australia dari sebelah selatan, Eurasia dari utara, dan Pasifik dari timur.

Sehingga negeri ini termasuk ke dalam jalur gempa teraktif di dunia. Perlu diketahui tingkat gempa, Indonesia bahkan tergolong sangat tinggi, lebih dari 10 kali lipat dibandingkan Amerika Serikat.

Indonesia juga terletak di daerah iklim tropis dengan dua musim (panas dan hujan), dengan ciri-ciri adanya perubahan cuaca, suhu, dan arah angin ekstrem yang bisa menyebabkan puting beliung. Lalu bencana banjir yang selalu datang tanpa diundang di musim hujan. Ini menunjukkan fakta-fakta dan menuntut sikap mental tanggap bencana pada diri semua pihak.

Pihak pemerintah mestinya menjadi benar-benar pengurus rakyat. Namun naas, setiap kali bencana terjadi, Pemerintah seolah gagap menghadapinya. bahkan banyak kasus pula, LSM dan ormas Islam lebih cepat daripada pemerintah. Tidak jarang pula pemimpin negara ini seperti lebih memilih lawatan daripada melihat daerah bencana. mirisnya, saat turun ke lokasi bencana hanya sekadar bagian dari pencitraan.

PP nomor 21/2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana berisi bahwa serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik lewat pembangunan fisik ataupun penyadaran, serta peningkatan kemampuan dalam menghadapi ancaman bencana itu diartikan sebagai mitigasi bencana.

Mitigasi bencana ini seharusnya bisa menekan jumlah korban jiwa. Jadi peringatan dini bisa dilakukan. Namun saat peristiwa meletus Gunung Semeru ini tidak melewati proses itu. Menurut keterangan Ahli vulkanologi, Surono, peringatan dini memang tidak selalu harus tersampaikan sebelum kejadian. Sebab, Gunung Semeru sudah menunjukkan tanda-tanda aktivitas jauh-jauh hari.

Peringatan tidak dini ini seolah memberikan gambaran bahwasanya Pemilik bumi ini sedang menunjukkan kekuasaannya kepada manusia. Dengan demikian manusialah yang memilih dan berpikir bahwa kejadian demi kejadian ini adalah bentuk teguran dari Sang Pemilik alam. Patutlah doa-doa dipanjatkan untuk korban Semeru dan korban bencana lainnya di seluruh dunia. Sehingga yang menjadi fokus saat ini adalah aksi cepat tanggap pemerintah dalam membantu para korban.

Pemerintah harus bertanggungjawab penuh atas segala daya demi mencegah bencana, sehingga menghindarkan masyarakat dari risiko bencana-bencana. Selanjutnya bisa dibuat kebijaksanaan khusus di tempat rawan bencana selain kesiapan mitigasi risiko. Yaitu disaster management atau manajemen kebencanaan yang sistemis dan terpadu. Seperti peringatan dini, sistem logistik kedaruratan, kesehatan dan penanganan terpadu kebencanaan.

Pemerintah pun seharusnya membuat aturan atau kebijakan yang menjaga lingkungan, Sehingga mengundang keberkahan dari Allah. Seperti menerapkan kebijakan tata ruang, tata wilayah, dan pembangunan infrastruktur yang berbasis kelestarian dan ketahanan lingkungan. Pemerintah pun seharusnya melarang aktivitas yang mengundang azab Allah yaitu praktik riba dan zina. Sayangnya semua ini hanya ada saat sistem kepemimpinan Islam diterapkan dalam institusi negara.

Asas Aqidah yang menjadi fondasi negara dan kepemimpinan yang lurus, mampu ditopang oleh penerapan syariat Islam kafah. Inilah yang akan menjadi pintu pembuka bagi datangnya rida Allah Swt. sekaligus kebaikan hidup yang dirasakan oleh semua. Sebagaimana Allah Swt. berfirman, “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS Al-A’raf: 96)

Dengan demikian, sudah saatnya umat bersegera mewujudkan kepemimpinan Islam. Aktivitas yang bisa dilakukan untuk mewujudkannya adalah dengan cara menyampaikan pemikiran Islam sehingga mampu mengopinikan Islam sebagai solusi atas permasalahan umat, lalu secara komprehensif memahamkan akidah dan hukum-hukum Islam ditengah-tengah masyarakat. Sehingga bisa menyelamatkan diri dari bencana di dunia dan terlebih berat di akhirat.
Wallahu a’lam bishshawwab

Penulis: Aisah Oscar (Aktivis Muslimah Subang)
Editor: H5P

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *