PJ Bupati Mubar Dr Bahri “Tidak Nyaman” Dengan Pengawasan DPRD, Uking Djassa: Ini Perintah UU

Wakil Ketua DPRD Mubar, Uking Djassa saat berpidato dia cara penyerahan laporan pelaksanaan APBD 2022, Senin (10/7/2023).

LAWORO— Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Uking Djassa sentil Penjabat (PJ) Bupati Kabupaten Muna Barat (Mubar) Provinsi Sulawesi Tenggara, Dr Bahri mengenai pengawasan yang dilakukan institusinya.

Uking menyebut, pengawasan yang dilakukan tak perlu dicurigai memiliki maksud tertentu. Hal itu dilakukan atas dasar perintah UU dan resmi mengikat sebagai tanggung jawab legislatif dalam fungsi pengawasan.

“Kalau merasa tidak nyaman sesungguhnya lembaga ini sekiranya jangan dicurigai. Ini perintah UU sebagaimana bentuk pengawasan yang dilakukan oleh DPR secara tersurat dan saya bacakan secara term asli,” ujarnya saat rapat Paripurna I penyerahan laporan pertanggung jawaban pelaksanaan APBD 2022, di Aula Kantor DPRD Mubar, Senin (10/7/2023).

PP No. 12 tahun 2017 tentang pembinaan dan pengawasan penyelengaraan pemerintah daerah (Pemda) pasal 20 ayat 1,2,3 dan 4 menjelaskan pengawasan oleh DPR yakni pengawasan kebijakan.

Bentuk pengawasan sesuai pasal 20 ayat 1 yakni :

1. Mengawasi seluruh pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan Kepala Daerah;
2. Mengawasi seluruh Perpu yang ada hubungannya dengan Pemda; dan
3. Mengawasi pelaksanaan tindaklanjut laporan hasil pemeriksaan (LHP) oleh BPK.

“Kita menanyakan pada waktu itu, dalam hal menjalankan fungsi DPR dalam melakukan pengawasan. Kenapa sampai saat ini, laporan itu tidak disampaikan,” ungkapnya.

“Tidak mungkin DPR mau bawa palu-palu untuk mengetes bangunan yang ada, yang dijalankan oleh Pemda. Kalau itu terjadi, itu namanya DPR yang tidak tau, tidak punya pengawasan penuh. Bisa kita melakukan itu ketika kita ada masalah dan kita meminta bantuan dari aparat lain yang berkompeten untuk itu,” sambungnya.

Lebih lanjut, Politisi Golkar itu menyampaikan, pengawasan LHP BPK, DPR mempunyai hak.

Pasal 20 ayat 3 dalam melakukan pengawasan sebagaimana ayat 2 pada huruf C adalah pengawasan tindak lanjut oleh hasil pemeriksaan BPK oleh DPR.

DPR mempunyai hak mendapatkan LHP BPK guna mengawasi pelaksanaan tindak lanjut. Pada Huruf B adalah melakukan pembahasan terhadap LHP BPK. Ayat C meminta klarifikasi terhadap BPK. Artinya dalam pembahasan jika DPR menemukan hal-hal yang belum bisa mendapatkan pencerahan yang jelas, bisa meminta kepada BPK. Ayat 4, point B, meminta BPK untuk melakukan pemeriksaan lanjutkan sesuai ketentuan.

“Pada ayat 4, pembahasan dan klarifikasi dikecualikan kalau pemda mendapatkan WTP. Tetapi pemeriksaan tindak lanjut tidak akan pernah ditutup ketika point pasal 20 ayat C itu hasil dari tindak lanjut itu ada hal-hal yang perlu dipertanyakan lebih lanjut,” bebernya.

Padahal didalam rapat Badan Musyawarah sebelumnya, kata Uking, ikut dihadiri oleh staf Bupati, Kabag Hukum dan Asisten 3. Secara tegas dirinya menekankan agar informasi yang sampai ke Bupati harus jelas dan tidak menimbulkan ketidak nyamanan.

“Saya selaku pimpinan sidang pada saat itu menyampaikan, sampaikan secara baik-baik kepada Pak Bupati. Sebab kalau anda salah menyampaikan pasti hasilnya seperti apa yang dikemukakan oleh Bupati terjadi ketidaknyamanan. Saya dapat mengatakan bahwa, penghubung ini salah menyampaikan informasi,” tutup pria yang saat ini juga menakhodai DPD II Partai Golkar Mubar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *