Penyidik Polres Muna “Paksa” Minta Tandatangan, LBH HAMI Desak Kapolda Sultra Turun Tangan

Ketua LBH HAMI Sultra, Adv Andri Darmawan usai laporkan pelanggaran kode etik kepolisian.

Kendari— Sudah jatuh, tertekan pula. Inilah nasib yang menerpa pasangan suami-istri asal Kabupaten Muna inisial S dan SRK.

Pasutri yang sehari-hari berjualan es buah di depan Kantor Bupati Muna itu merasakan tekanan psikologi usai ditahan di Rutan Kelas IIB Raha dan diduga dipaksa menandatangani berkas-berkas pemberitahuan hak-hak sebagai tersangka.

EWS anak Pasutri tersebut mengungkapan, dirinya saat dihubungi sang ibu sekitar pukul 14.30 Wita, kaget karena mendengar informasi sang ibu didatangi dan diminta untuk menandatangani sejumlah berkas oleh penyidik Polres Muna.

Sang ibu, diduga dipaksa untuk menandatangani berkas pemberitahuan hak-hak sebagai tersangka. Sang ayah menandatangani tetapi sang ibu menolak dan meminta didampingi kuasa hukum dan anaknya. Ironinya, dia menyebut penyidik menggunakan berbagi macam alasan supaya segera ditanda-tangani misalnya meringankan hukuman.

“Didatangi dua kali bawa berkas karena data ibu saya salah tanggal dan tempat lahirnya. Ada 11 lembar yang mau di tandatangani tapi dia tidak mau. Anehnya juga kenapa sudah ditahan dari tanggal 25 lalu, baru sekarang diperlihatkan,” ujarnya dengan penuh kekecewaan, Sabtu (5/8/2023).

Baca Juga:

Pasutri “Korban Penganiayaan” Ditetapkan Jadi Tersangka Di Polres Muna

Terkait itu, Kuasa Hukum Pasutri itu yang juga Ketua LBH HAMI Sultra, Andri Darmawan SH MH menyampaikan, menyayangkan sikap kelabakan penyidik Polres Muna yang diduga memaksa kliennya untuk melakukan penandatanganan surat pemberitahuan hak-hak tersangka.

Seharusnya surat tersebut, diperlihatkan oleh penyidik sejak dilakukan penetapan sebagai tersangka pada 25 juli 2023 lalu.

Apalagi, kata Andri, kliennya mengalami luka bocor dan hak-hak tersangka itu tak diberikan seperti misalnya pendampingan dari kuasa hukum saat menjalani pemeriksaan.

Begitupun juga perawatan medis. Sebaliknya, LM yang diberikan perawatan dan penangguhan penahanan. Polres Muna terkesan diskriminatif dan pilih kasih.

“Kenapa baru sekarang diperlihatkan, bukan awal saat dilakukan penetapan tersangka. Ini nanti sudah ditahan selama kurang lebih 12 hari,” ucapnya.

Andre menilai, tindakan penyidik Polres Muna sudah tak independen dan cenderung memihak. Sehingga dirinya meminta Polda Sultra mengambil alih penangan perkara atau satu tingkat diatasnya. Selain itu, juga mendesak Kapolda Sultra segera turun tangan dan bertindak dengan melakukan gelar perkara khusus secara transparan.

“Kemarin kita sudah masukkan surat di Provost terkait dengan pelanggaran kode etik anggota Polri. Besok rencananya kita akan masukkan surat ke Kapolda, meminta agar dilakukan gelar perkara khusus dan perkara ini ditarik ke Polda Sultra. Karena melihat penanganan perkara di Polres Muna sudah tak independen, transparan dan sesuai dengan prosedur,” sambungnya.

Senada itu, Ketua LBH HAMI Muna Adv Hendra Jaka Saputra SH turut menyayangkan sikap penyidik Polres Muna yang diduga melakukan pemaksaan saat meminta tanda-tangan terhadap kliennya.

Tindakan ini menurut Hendra, menunjukan kepanikan dari penyidik Polres Muna. Apa yang dilakukan sebagai salah satu bagian dari dugaan pelanggaran oleh penyidik yang telah dilaporkan sebelumnya.

“Reaksi yang selalu mentolerir sebuah kesalahan hanya akan menebar benih kehancuran untuk generasi kedepan. Jangan dibenarkan jika itu salah,” katanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *