SULTRAMEDIA.ID.,NUSANTARA – Kedelai merupakan salah satu komoditas pertanian yang sangat dibutuhkan di Indonesia, baik sebagai bahan makanan manusia, pakan ternak, maupun sebagai bahan baku industri terutama tahu dan tempe.
Seiring dengan pertumbuhan penduduk, konsumsi kedelai di Indonesia juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Sayangnya kondisi ini tidak diimbangi dengan peningkatan produksi kedelai nasional.
Menurut Data Prognosa Neraca Komoditas Pangan Strategis Kementerian Pertanian, proyeksi produksi kedelai dalam negeri hanya sebesar 200.315 ton.
Sementara kebutuhan kedelai dalam negeri diperkirakan mencapai 2.983.511 ton pada tahun 2022. Ini artinya, produksi kedelai dalam negeri tahun 2022 diperkirakan hanya sekitar 6,8 persen dari kebutuhan nasional.
Dalam upaya mengatasi defisit produksi kedelai pemerintah dituntut untuk melakukan impor kedelai.
Berdasarkan perhitungan data prognosa, kebutuhan impor kedelai pada tahun 2022 diperkirakan mencapai 2.842.226 ton. Dari segi kuantitas, impor kedelai akan menjadi impor terbesar dibandingkan komoditas-komoditas pangan strategis lainnnya.
Eskalasi Harga Komoditas Kedelai
Badan Pangan Dunia (FAO) dan Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memproyeksikan harga pangan dunia akan meningkat signifikan pada tahun 2022 hingga 2024. Kondisi ini tercermin dari perkembangan harga komoditas pangan di pasar global termasuk kedelai sepanjang tahun 2022 yang menunjukan tren peningkatan.
Berdasarkan Data World Bank, harga Kedelai sampai Bulan April menyentuh angka tertinggi yakni $ 720,8 per mt, meningkat 20,72 persen di banding bulan April tahun 2021 yang hanya sebesar $ 597,1 per mt.
Faktor penyebab meningkatnya harga komoditas kedelai yaitu karena produksi dan pasokan kedelai dari negara importir yang berkurang, adanya restriksi ekpor, fenomena el-nina, dan ketidakstabilan ekonomi negara importir.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) ada 5 negara imporir yang menjadi langganan pemasok kedelai ke Indonesia dimana sepanjang tahun 2021 total impor kedelai mencapai 2,49 juta ton dengan nilai mencapai USS1,48 miliar atau setara Rp21,1 triliun dengan kurs Rp14.300.
Dari total nilai impor tersebut, negara Amerika Serikat (AS) merupakan importir kedelai terbesar ke Indonesia. Pada tahun 2021 total impor kedelai dari negara AS tersebut sebesar 2,15 juta ton dengan nilai mencapai USD 1,29 miliar atau sekitar Rp18,4 triliun.
Saat ini kedelai di Indonesia Sebagian besar diolah untuk industri pembuatan tahu dan tempe, Data BPS menyebutkan, bahwasannya rata-rata setiap penduduk Indonesia mengonsumsi tempe sebanyak 0,139 kg dan tahu 0,152 kg dalam sepekan.
Salah satu kendala dalam pengendalian harga kedelai oleh pemerintah adalah karena sebegian kedelai di dalam negeri berasal dari impor.
Kenaikan harga Kedelai berimbas kepada naiknya harga tempe di Indonesia, yang merupakan salah satu panganan protein nabati utama di Indonesia yang bahan baku utamanya dari kedelai.
Data BPS mencatat, komoditas tempe mengalami tren peningkatan harga yang cukup signifikan.
Di Bulan Mei tahun 2022 tempe menyentuh harga penjualan tertinggi yang mencapai Rp. 13.920 per kg dengan besaran inflasi tahunan 10,39 persen di banding bulan Mei tahun 2021.
Imbas Kenaikan harga kedelai tidak hanya dirasakan oleh konsumen, tetapi juga oleh produsen. Kenaikan harga Kedelai yang cukup signifikan terutama memberi dampak pada usaha mikro dan kecil yang mengalami kesulitan dalam menentukan harga jual produk, karena kekawatiran konsumen akan beralih mengkonsumsi produk lain.
Kebijakan yang Perlu Dilakukan
Pemerintah perlu segera membuat regulasi untuk mengatasi permasalah kenaikan harga komuditas kedelai. Untuk saat ini, impor mungkin masih akan di butuhkan untuk menutupi kebutuhan kedelai dalam negeri.
Namun, kedepannya pemerintah harus mulai memacu produksi kedelai nasional untuk meminimalisasir ketergantungan pada kedelai impor.
Alokasi anggaran yang tujuannya untuk meningkatkan produksi, terkait pemberian bantuan modal dan pupuk kepada petani, sosialisasi dan pelatihan kepada petani, pembangunan sarana dan pendukung, tersedianya data pendukung yang bisa digunakan sebagai dasar evaluasi dan pengambilan kebijakan, serta pemanfaatna teknologi untuk menciptakan bibit unggul yang diharapkan bisa meningkatkan produktivitas.
Yang paling penting adalah, peningkatan produksi kedelai juga harus diimbangi dengan peningkatan kualitas. Salah satu masalah besar kurangnya produksi selama ini adalah karena kedelai lokal kalah bersaing dengan kedelai impor karena produsen menganggap mutu kedelai impor lebih baik.
Diharapkan, dengan kebijakan dan implementasi yang tepat akan mendorong peningkatan produksi dan kualitas kedelai nasional yang akan mengurangi ketergantungan impor kedelai, dan menciptakan kemandirian pangan.
Penulis: Lilis Dinayati, SST (Statistisi Ahli Pertama Badan Pusat Statistik Kota Kendari)
Editor: H5P