Blokade Akses Masuk Kawasan Pembangunan Kompleks Perkantoran, PJ Bupati Mubar Bahri Hianati Masyarakat?

Sejumlah masyarakat lakukan blokade jalan.

Laworo— Sejumlah masyarakat pemilik lahan yang terkena dampak gelar blokade akses jalan masuk pembangunan kompleks perkantoran Bumi Praja Laworo, di Desa Lakalamba Kecamatan  Sawerigadi, Kabupaten Muna Barat (Mubar) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Jumat (3/11/2023).

Massa menuntut, Pemda Mubar di bawah komando Penjabat (PJ) Bupati Bahri segera merespon dan merealisasikan ganti rugi sesuai dengan pernyataan resminya.

Massa aksi, Safar menyebut, gerakan yang dibangun bukan menolak pembangunan kompleks perkantoran Bumi Praja Laworoku.

Mereka menuntut komitmen PJ Bupati Bahri mengganti rugi lahan 5 ribu per meter diluar dari tanaman dan konsisten dengan pernyataan resminya. Jangan menghianati masyarakatnya dengan membiarkan persoalan berlarut-larut.

“Kemarin kita sudah terima ganti rugi tanaman tetap tanahnya belum. Makanya kami lakukan blokade sampai tuntutan kami mendapatkan respon,” ujarnya saat ditemui di area blokade jalan.

Area pemblokiran.

Terkait status lahan, kata Safar, hal tersebut telah terbantahkan karena banyak masyarakat yang memiliki sertifikat sebelum adanya pemekaran Mubar di tahun 2014 lalu. Pihaknya meminta PJ Bahri tak menutup langkah dan berdiam diri menyelesaikan persoalan ganti rugi.

Apalagi menurutnya, pemimpin harus bisa menjaga omongan dan mempertanggung jawabkan kepada masyarakat. Tak serta menggampangkan segala hal.

Safar juga menyebut, aksi blokade akan terus dilakukan tanpa akhir hingga tuntutan mereka mendapatkan respon sesuai komitmen PJ Bupati Bahri.

“Orang tua kami telah menduduki dan mengolah lahan sejak puluhan tahun yang lalu, sekitar tahun 1970an,” jelasnya.

Senada itu, Sariana yang lahan orang tuanya sekitar 4 hektare meminta komitmen PJ Bupati Bahri melakukan ganti rugi tanah per meter.

“Saya menuntutu ganti rugi tana sesuai bahasanya Pak Bupati,” ucapnya.

Lain lagi dengan, La Angani (58) menerangkan, hanya mendapatkan ganti rugi lahan yang hanya 3 jutaan tak sesuai dengan harapannya dibandingkan yang lain.

“Saya tidak tau juga kenapa cuma dibayar begitu. Makanya saya dukung penutupan ini supaya Bupati turun dan memberikan penjelasan,” sesalnya.

Sementara berdasarkan informasi yang dihimpun media ini, mengetahui ganti rugi tanaman yang dilakukan Pemkab Mubar di Rujab Bupati pada Desember 2022 lalu terkesan dipaksakan. Masyarakat datang menerima uang tanpa diberikan penjelasan bahkan tak mengetahui jumlah isi dalam amplop dan hanya menandatangi bukti penerimaan uang.

“Kita hanya datang ambil uang, hanya satu kali tandatangan tapi bukan surat pernyataan. Di sana tidak diberikan penjelasan berapa jumlah uang dan rincian ganti rugi. Nanti di rumah baru kita tau jumlahnya,” jelas salah satu sumber yang disembunyikan identitasnya.

Atas aksi blokade ini, perwakilan kontraktor pekerjaan sempat melakukan komunikasi untuk melakukan dokumentasi sebagai pelaporan ke Pemkab.

“Kami sudah merasa terhambat untuk melakukan pekerjaan pembangunan kantor Bupati. Izinkan kami untuk melakukan dokumentasi untuk melaporkan ke Pemerintah Daerah supaya menjadi pertimbangan,” ujar perwakilan kontraktor saat berkomunikasi dengan massa aksi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *