KENDARI— Pelantikan pejabat di Sultra oleh Bupati, Walikota maupun Gubernur di beberapa daerah, di akhir masa jabatan mereka telah menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat.
Banyak pihak yang mempertanyakan motif dan urgensi pelantikan tersebut. Salah satu tokoh pemuda Sultra yang memberikan pendapat terkait hal ini adalah Qodratullah Natsir Sinta (QNS).
QNS menyoroti bahwa sementara pelantikan tersebut sah secara hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, ada beberapa aspek lain yang perlu diperhatikan.
“Secara hukum, tidak ada larangan bagi bupati walikota atau gubernur untuk melantik pejabat di akhir masa jabatannya. Namun, tindakan tersebut tentu memerlukan pertimbangan matang.
“Kita perlu melihat apa dampak dari kebijakan tersebut, terutama dalam konteks transisi ke pemerintahan baru,” jelas QNS yang juga mantan Plt Kepala Badan Pemerintahan Desa Kabupaten Morowali ini.
Ia juga menekankan bahwa kebijakan semacam itu seringkali menimbulkan keraguan di kalangan masyarakat mengenai integritas prosesnya.
“Dalam konteks tata kelola pemerintahan yang baik, (Good Governance ), transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci utama. Pemerintah harus bisa menjelaskan kepada publik mengapa keputusan tersebut diambil,” tambahnya.
QNS mengajak semua pihak untuk melihat isu ini tidak hanya dari perspektif hukum, tetapi juga dari sudut pandang etika pemerintahan.
Terkait dampak dari pelantikan tersebut, QNS mengungkapkan kekhawatirannya terhadap potensi konflik kebijakan di masa depan.
“Pejabat yang dilantik di akhir masa jabatan bisa saja memiliki visi yang berbeda dengan kepala daerah atau gubernur yang baru. Hal ini tentu bisa menimbulkan ketidakseimbangan dalam pelaksanaan kebijakan pemerintahan,” tuturnya.
Qodratullah Natsir Sinta yang sedang menyelesaikan program doktornya di salah satu universitas ternama di Jakarta itu menutup pendapatnya dengan harapan bahwa pemerintah daerah dan provinsi dapat lebih bijaksana dalam mengambil keputusan, khususnya yang berkaitan dengan pelantikan pejabat.
“Harapannya, setiap keputusan yang diambil benar-benar berdasarkan pada pondasi kepentingan masyarakat, bukan semata-mata kepentingan politik atau kelompok tertentu,” pungkas Ketua Forum Komunikasi Bela Negara provinsi Sulawesi Tenggara ini.