Imparsial: Usut Tuntas Dugaan Korupsi Pengadaan Jet Mirage

Jet Mirage.

Nasional, Sultrmedia – Peneliti Imparsial Hussein Ahmad, mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Komisi I DPR turun tangan menindaklanjuti skandal pengadaan pesawat Mirage 2000-5 yang diduga melibatkan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Dugaan korupsi dalam pembelian jet tempur itu tengah diselidiki
lembaga antikorupsi Uni Eropa, The Group of States against Corruption (GRECO).

“Dengan adanya kabar kawan-kawan GRECO melakukan penyelidikan terhadap kasus ini, semestinya KPK turun dan melakukan investigasi,” ucap Hussein kepada wartawan di Jakarta, belum lama ini.

Merujuk laporan investigasi Microsoft Network yang terbit di msn.com, Indonesia merencanakan pembelian 12 unit Mirage 2000-5 dari Qatar. Prabowo telah menunjuk perusahaan perantara dari Ceko bernama Excalibur International untuk pengadaan pesawat usang itu.

Indonesia harus mengeluarkan dana sebesar US$ 66 juta per unit atau total US$ 792 juta untuk 12 unit pesawat. Padahal, harga pasaran pada periode awal produksi dan pemasaran hanya berkisar antara US$ 23 juta hingga US$ 35 juta.

“Kami sudah ingatkan jauh- jauh hari setahun yang lalu bahwa ini bermasalah. Kemudian Kemhan tetap lanjut. Kemudian yang kedua dari segi kebutuhan alutsista. Alutsista ini sudah tua dan dibeli melalui pihak broker,” ucap Hussein.

Tak hanya harganya yang diduga kemahalan, narasumber yang diwawancara msn.com menyebut pihak Qatar menawarkan cashback sebesar 7 persen dari kesepakatan pembelian pesawat tempur Mirrage 2000-5 kepada Prabowo. Nilainya sebesar US$ 55,4 juta atau sekira Rp 865,1 miliar.

Menteri Pertahanan Qatar Khalid bin Mohammed Al Attiyah, menurut msn.com, menyetujui kesepakatan tersebut. Prabowo dilaporkan telah menerima US$ 20 juta atau Rp312,3 miliar dari total cashback 7 persen tersebut.

Hussein menilai rencana pembelian pesawat Mirage 2000-5 bekas sangat janggal sejak awal. Semula pesawat tersebut pernah ditawarkan secara gratis ke Indonesia. Namun, pemerintah Indonesia menolak persoalan biaya perawatan yang mahal dan butuh transfer kemampuan sebelum dioperasikan.

“Artinya, bukan sebagai kebutuhan kita pada saat itu. Lucunya, saat pesawat ini dijual, malah kita mau ambil. Nah, itu yang, menurut saya, tidak masuk akal,” ucap Hussein.

Selain KPK, Hussein mendesak Komisi l DPR memanggil Prabowo untuk dimintai klarifikasi. Hussein berharap Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid tegas terhadap Prabowo.

“Dia sebagai Ketua Komisi 1 harus melakukan tugasnya dengan benar dalam melakukan pengawasan. Selama ini tidak ada taringnya Komisi 1,” kata Hussein.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *