TEGAS.CO.,SULTRA – Ketua Asosiasi Pemerhati Lingkungan dan Hukum (APLH), Hervin menyoroti transparansi Kepolisian dalam proses penindakan hukum terhadap sejumlah perusahaan tambang bermasalah di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra)
Pasalnya, Athan menilai penindakan penyegelan yang kerap dilakukan oleh Kepolisian terhadap tambang di Sultra diduga tertutup.
Seperti salah satunya, bebernya, yang pernah dilakukan oleh penyidik Tidpiter Bareskrim Mabes Polri yang diback up Polda Sultra pada perusahaan tambang di blok Mandiodo.
Beberapa bulan lalu, tambahnya, pihak Kepolisian melakukan penyegelan di kawasan 11 IUP yang terduga telah menyerobot lahan PT Antam berdasarkan putusan Mahkamah agung no. 225.K/TUN 2014 dan Perkara 69/G/2018/PTUN.JKT 2018 namun pasca penyegelan itu kasusnya tak kunjung berkelanjutan.
“Kasus pertambangan di Sultra ini menjadi perhatian publik yang harus diketahui informasinya, terutama masyarakat. Harusnya, pihak Kepolisian tidak menutupi akses informasi ini dan harus terbuka terkait perusahaan tambang yang telah ditindak,” ujar Ketua Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) universitas Halu Oleo (UHO) Kendari itu.
Menurutnya, selama ini aksi penyegelan di sejumlah tambang di Sultra kerap dilakukan oleh Kepolisian. Namun, pasca penyegelan itu proses penyelidikannya tidak kunjung tuntas dan tidak diinformasikan ke publik.
“Jangankan yang di Konut, ini bukan pertama kali tapi sudah sering dilakukan penindakan penyegelan. Namun, lagi-lagi akses keterbukaan informasinya kepada publik tidak diketahui,” ujar Hervin.
Bahkan, sambungnya, pihak APLH sering kali melakukan demonstrasi dan RDP dengan pihak yang berwenang. Saat itu hasil RDP menyatakan bahwa perusahaan yang berada dalam SK no. 225/TUN putusan Mahkamah agung Ilegal. Sehingga 1 minggu kemudian Mabes Polri (Bareskrim) turun melakukan penyegelan dan penutupan.
Adapun barang bukti saat itu ditemukan alat berat dan kargo ore nikel sehingga Bareskrim Polri melakukan polis Line pada saat itu.
“Namun, sampai saat ini belum ada tersangka atau terperiksa dari perusahaan yang telah menambang ilegal maupun pemilik IUP selaku pemberi SPK (surat perintah kerja) sehingga kami nilai proses penyidikan/sidik kasus ini terkesan tertutup dan jalan di tempat,” tukas Hervin.
Mahasiswa di Fakultas Hukum itu menambahkan bahwa yang lebih ironisnya adalah pada Selasa 22 November 2021 telah terjadi penjualan/pengapalan ore nikel hasil sitaan tersebut tampah ada putusan dari MA atau dari pihak lelang.
“Bahkan saat ini telah dilakukan Pesai di stok fail, menurut hemat saya kalau masih dalam proses penyelidikan dan penyidikan tidak diperbolehkan barang bukti dipindahkan atau dihilangkan apalagi diperjual belikan sebelum ada putusan perkara,” ungkapnya.
H5P