TEGAS.CO.,NUSANTARA – Pada era pemerintahan Joko Widodo sekarang sektor industri juga masih dianggap faktor yang sangat penting bagi pengembangan ekonomi bangsa, sehingga industri dimasukkan sebagai salah satu prioritas dan menduduki urutan ke 4 (empat) dari 5 (lima) sektor prioritas lainnya. prioritas tersebut dijadikan sebagai tulang punggung pembangunan ekonomi.
Lima sektor tersebut antara lain sektor pertanian, sektor perikanan dan kelautan, sektor energi, sektor industri, dan sektor pariwisata, hal ini menandakan bahwa industri sampai saat ini masih merupakan hal yang sangat penting bagi pembangunan ekonomi Indonesia.
Pertumbuhan industri manufaktur besar dan sedang tahun 2019 menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) naik sebesar 4,01 persen terhadap tahun 2018. Kenaikan tersebut terutama disebabkan naiknya produksi industri pencetakan dan reproduksi media rekaman, naik 19,58 persen. Sedangkan industri yang mengalami penurunan produksi terbesar adalah industri barang logam, bukan mesin, dan peralatannya, turun 18,49 persen.
Di tingkat nasional sektor Industri disamping memiliki manfaat bagi pembangunan ekonomi negara Indonesia, industri juga menimbulkan berbagai dampak negatif antara lain dampak terhadap terhadap lingkungan. Dampak terhadap lingkungan seringkali muncul dari adanya proses produksi yang mengakibatkan penipisan Sumber Daya Alam, sehingga ketergantungan bahan baku import serta kerusakan dan atau pencemaran lingkungan (air dan udara).
Di tingkat global, terdapat tuntutan agar diterapkannya standar industri yang menitikberatkan pada upaya efisiensi bahan baku, air, dan energi, diversifikasi energi, eco-design dan teknologi rendah karbon dengan sasaran peningkatan produktivitas dan minimalisasi limbah semakin tinggi.
Isu lingkungan saat ini menjadi salah satu hambatan perdagangan untuk penetrasi pasar suatu negara. Barrier tersebut dilaksanakan dengan cara menerapkan berbagai macam standar, baik itu standar international (ISO, ekolabel) maupun persyaratan pembeli (buyer requirement).
Oleh karena itu dunia usaha perlu mengantisipasi hambatan yang diterapkan oleh beberapa negara tujuan ekspor produk Indonesia. Penerapan industri hijau dilakukan melalui konsep produksi bersih (cleaner production) melalui aplikasi 4R, yaitu Reduce (pengurangan limbah pada sumbernya), Reuse (penggunaan kembali limbah), dan Recycle (daur ulang limbah), dan Recovery (pemisahan suatu bahan atau energi dari suatu limbah).
Untuk lebih mengefektifkan aplikasi penerapan produksi bersih, prinsip Rethink (konsep pemikiran pada awal operasional kegiatan) dapat ditambahkan sehingga menjadi 5R. Disamping itu, produksi bersih juga melibatkan upaya-upaya untuk meningkatkan efisiensi penggunaan bahan baku, bahan penunjang dan energi di seluruh tahapan produksi. Dengan menerapkan konsep produksi bersih, diharapkan sumber daya alam dapat lebih dilindungi dan dimanfaatkan secara berkelanjutan.
Secara singkat, produksi bersih memberikan dua keuntungan, pertama efisiensi dalam proses produksi; dan kedua adalah meminimalisir terbentuknya limbah, sehingga dapat melindungi kelestarian lingkungan hidup. Industri hijau dikembangkan oleh UNIDO, sebuah organisasi pengembangan industri yang merupakan badan khusus di bawah PBB.
Organisasi ini didirikan untuk mempromosikan dan mempercepat perkembangan industri yang ramah lingkungan. Industri hijau adalah komitmen untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan melalui efisiensi penggunaan sumber daya secara terus menerus serta bersifat rendah karbon.
Di Indonesia industri hijau merupakan perwujudan penerapan konsep pembangunan berkelanjutan dalam kegiatan ekonomi. Konsep pembangunan berkelanjutan dijelaskan pada Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu kosep pembangunan berkelanjutan sebagai upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini serta generasi masa depan.
Konsep pembangunan berkelanjutan telah diakomodasi dalam Pasal 33 ayat (4) Undang-undang NRI 1945 (Undang-undang amandemen), sehingga telah menjadi sumber etika dan menjadi keharusan diterapkan pada pembangunan ekonomi.
Pasal 33 Ayat (4) Undang-undang NRI menegaskan “Perekonomian Nasional diselenggarakan berdasarkan asas demokrasi ekonomi dengan berbagai prinsip, salah satunya prinsip berkelanjutan dan berwawasan lingkungan”. Sebagai sumber etika dalam pembangunan ekonomi maka prinsip pembangunan berkelanjutan diterapkan pada sektor industri dengan wujud program industri hijau.
Kebijakan industri hijau di Indonesia dituangkan dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian. Industri Hijau adalah industri yang dalam proses produksinya mengutamakan upaya efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya secara berkelanjutan sehingga mampu menyelaraskan pembangunan industri dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.
Program ini dikembangkan dengan dua strategi meliputi: pengembangan industri yang sudah ada menjadi industri hijau dan membangun industri baru dengan prinsip industri hijau. Program industri hijau bersifat sukarela dan diberikan penghargaan bagi industri yang telah mencapai tingkat beyond compliance dalam proses produksinya.
Pengembangan industri hijau merupakan salah satu upaya efisiensi proses produksi dan merupakan salah satu upaya untuk menurunkan gas rumah kaca. Industri hijau sebagaimana dilakukan melalui berbagai upaya, antara lain: penerapan produksi bersih, konsenrvasi energi, efisiensi sumber daya, eco-design, proses daur ulang, dan low carbon technology, maka akan terjadi efisiensi pemakaian bahan baku, energi, dan air, sehingga limbah maupun emisi yang dihasilkan menjadi minimal.
Dengan demikian, maka proses produksi akan menjadi lebih efisien yang tentunya akan meningkatkan daya saing produk industri. Peningkatan produktivitas dan daya saing sektor industri manufaktur merupakan salah satu kunci untuk mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional akibat dampak pandemi Covid-19.
Namun, upaya memacu kapasitas tersebut juga memerlukan inisiatif dalam menjaga lingkungan perusahaan, untuk itu perlu adanya penguasaan teknologi dan manajemen penanggulangan pencemaran industri.
Penulis: Asrul Ashar Alimuddin (Statistisi BPS Kota Kendari)
Editor: H5P